Jumat, 28 Januari 2011

Pengertian Kalimat Tanya


Kalimat Tanya

Kalimat  tanya  ialah  kalimat  yang  dipergunakan  dengan  tujuan memperoleh  reaksi  berupa  jawaban  dari  yang  ditanya  atau  penguatan sesuatu  yang  telah  diketahui  oleh  penanya.  Kalimat  tanya  diucapkan dengan intonasi menaik pada suku kata akhir. Dalam bentuk tulis ditandai dengan tanda tanya (?).

Kalimat tanya  dicirikan oleh empat hal, yaitu sebagai berikut.

1.     Penggunaan kata tanya: apa, siapa, di mana, bagaimana, mengapa, dan lain-lain.

Contoh :
-      Bagaimana kondisi pengungsi lumpur Lapindo saat ini?
-      Apa Anda sudah berpengalaman di bidang mesin?

2.     Penggunaan kata bukan atau tidak
Contoh :
-      Bukankah ini tas yang kamu bawa?
-      Ini hasil ulanganmu, bukan?
-      Tidakkah dia merasa aneh dengan sikapmu?

3.     Penggunaan klitika -kah pada predikat kalimat yang diubah susunannya SPàPS
Contoh :
1.a. Ia lulus tahun ini.
1.b. Luluskah ia tahun ini?
2.a. Ia sudah pulang?
2.b. Sudah pulangkah ia?

4.     Penggunaan intonasi naik pada suku kata akhir
Contoh :

- Ayahnya terlibat perampokan .

- Ayahnya terlibat perampokan?

Pengertian dan Fungsi Kalimat Tanya

Kalimat  tanya  adalah  kalimat  yang  disampaikan  dengan  maksud mendapat jawaban berupa informasi, penjelasan, atau pernyataan. Jawaban atas kalimat tanya dapat berbentuk jawaban pendek atau panjang.

Kalimat tanya berfungsi untuk meminta jawaban berupa penjelasan, untuk  menggali    informasi, untuk klarifikasi, atau konfirmasi. Kalimat tanya juga digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu yang disebut kalimat tanya tersamar. Selain  itu, ada juga kalimat tanya yang diajukan tanpa memerlukan jawaban yang disebut  kalimat tanya retoris. Pada pelajaran ini, macam-macam kalimat tanya seperti itu akan kita pelajari kembali.


Perhatikan contoh keragaman kalimat tanya berikut.

1.    Apakah Anda bersedia ditugaskan di sini? (konfirmasi)

2.    Dari  semua  barang  yang  ditawarkan  ini,  mana  yang  Anda pilih?
       (pilihan).

3.    Di manakah alamat Anda? (menggali informasi tentang tempat)

4.    Apakah kita tidak malu menjadi bangsa yang terkenal karena  
       korupsinya? (retorik)

5.    Siapa yang tidak hadir hari ini? (menanyakan orang)

6.    Bagaimana perasaannya, hanyalah Tuhan yang tahu. (retorik)

7.    Diakah orang yang kemarin mencarimu? (klarifikasi)

8.    Sudahkah Anda terima kiriman saya kemarin? (konfirmasi)

9.    Dapatkah Anda menyelesaikan tugas ini dengan cepat? (menyuruh)

10.  Siapakah yang tidak ingin sukses? (retorik)

Jenis Kalimat Tanya

Dilihat dari pemakaian secara lisan maupun kalimat, kalimat tanya dapat dibedakan menjadi kalimat tanya biasa, tanya retoris, kalimat tanya bertujuan untuk klarifikasi atau konfirmasi, dan kalimat tanya tersamar.

1.    Kalimat Tanya Biasa

Salah satu ciri kalimat tanya ialah menggunakan kata tanya. Kata tanya biasanya digunakan untuk pertanyaan yang bertujuan meminta penjelasan atau menggali  informasi. Di bawah ini adalah tabel yang berisi macam- macam  kata  tanya  dan  tujuan  penggunaannya  berikut  jawaban  yang diinginkan oleh penanya. Perhatikan dengan saksama.


Partikel
Menanyakan
Jawaban yang di ing inkan
(-kah) ?
suat u b enda/b inat ang
y a/t idak/b ukan
(-kah) ?
car a/pr oses
menj elaskan car a/pr oses ker j a sesuat u
(-kah) ?
j umlah
menj elaskan  j umlah t er t ent u (y ang past i)
(-kah) ?
w akt u
menj elaskan w akt u/kur un w akt u t er t ent u
(-kah) ?
ar ah/asal
menj elaskan ar ah/asal muasal sesuat u
(-kah) ?
t empat
menj elaskan nama/lokasi/posisi t empat
(-kah) ?
w akt u
menj elaskan w akt u/kapan per ist iw a t er j adi
(-kah) ?
ur ut an
me nje la s ka n uruta n ke  be ra pa  da ri s e jumla h a ngka
(-kah) ?
ar ah/t uj uan
menj elaskan ar ah/t uj uan y ang dit uj u
(-kah) ?
pilihan
menj elaskan sat u/b eb er apa dar i sej umlah pilihan
(-kah) ?
alasan
menj elaskan alasan/seb ab t er j adiny a sesuat u
(-kah) ?
or ang/manusia
meny eb ut kan nama dan penj elasan seper luny a
(-kah) ?
alat
meny eb ut kan alat y ang digunakan


          Kalimat  tanya   untuk   menggali   informasi   umumnya   digunakan pada saat wawancara atau dalam dialog yang membahas tentang suatu hal.  Pertanyaan diajukan  kepada  narasumber  yang  diharapkan  dapatmemberikan informasi atau penjelasan yang lebih dalam sesuai dengan yang ditanyakan.

2.     Kalimat Tanya Retorik

Kalimat tanya  retorik  ialah  kalimat  tanya  yang  tidak  memerlukan jawaban atau tidak mengharuskan adanya jawaban. Kalimat tanya retorik cenderung  bersifat   pernyataan  hanya  untuk  mencari  perhatian  atau bermaksud memberi semangat, gugahan, atau kritik. Kalimat tanya retorik sering digunakan dalam pidato-pidato atau orasi.

Contoh kalimat tanya retorik:
1.     Saya tidak habis pikir mengapa dia menolak penugasan itu.
2.     Siapa yang bekerja keras, dialah yang akan menjadi orang sukses.
3.     Mana mungkin kita mampu membalas jasa kedua orang tua kita.
4.     Apakah kita harus kembali dijajah?
5.     Bagaimana bisa tugasmu selesai, kerjaanmu hanya bermalas-malasan.

Ciri-ciri pertanyaan retorik:

(1)  berbentuk pertanyaan dan penegasan,
(2)   terkadang menggunakan kata tanya,
(3)  tidak memerlukan jawaban,
(4)  orang  yang  bertanya  dan  yang  ditanya  sama-sama mengetahui jawabannya,


3.  Kalimat Tanya untuk Konfirmasi dan Klarifikasi

Untuk    melakukan    klarifikasi       (penjernihan)    maupunkonfirmasi (pembenaran /penegasan), kita perlu mengajukan pertanyaan    yang jawabannya cukup perkataan ya atau tidak, atau ya atau bukan. Ada beberapa  hal yang menandai bentuk pertanyaan untuk konfirmasi atau klarifikasi, yaitu seperti berikut.

1.    Menggunakan informasi tanya dengan menekankan kata-kata yang dipentingkan.
Contoh:
1.    Dia yang memukulmu kemarin?
2.     Kalau begitu, Bapak yang berada di belakang ini semua?

2.    Menggunakan partikel –kah.
Contoh:
1.    Inikah yang dinamakan cinta?
2.    Anak itukah yang dicari polisi?

3.    Menggunakan kata tanya apa atau apakah.
Contoh:
1.    Apa Bapak bersedia hadir pada acara peresmian kantor baru?
2.    Apakah Anda masih sekolah?

4.    Menggunakan kata tidak atau bukan  sebagai unsur penegas.
Contoh:
1.     Kamu jadi berangkat ke Bandung atau tidak?
2.     Minuman ini beralkohol atau bukan?

5.    Sebagai penegasan benar tidaknya, menggunakan kata bantu: benar,
betul, jadi benar, dan ja

Contoh:
1.    Jadi dia yang mendapat rangking satu?
2.    Betul kamu yang mengambil uangnya?
3.    Jadi benar ayahnya seorang pembunuh bayaran?
4.    Benar dia adik kandungmu?


4.     Kalimat Tanya Tersamar

Kalimat tanya tersamar adalah kalimat yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tidak langsung bukan untuk menggali informasi, klarifikasi, dan konfirmasi melainkan mengandung maksud-maksud lain.
Beberapa model kalimat tanya tersamar antara lain seperti berikut.
 a.   Kalimat tanya tersamar untuk tujuan memohon
Contoh:
1.     Terima kasih Anda tidak membuang sampah di sini.
2.     Tidak keberatan, kan kamu membawa koper ini?
3.     Sudikah Anda mampir ke rumahku?

b.    Kalimat tanya tersamar untuk tujuan meminta
Contoh:
1.     Masakan Anda kelihatannya lezat sekali?
2.     Dapatkah Anda membantu saya hari ini.
3.     Bolehkah makanan ini saya cicipi?

c.     Kalimat tanya tersamar untuk tujuan menyeluruh
Contoh:
1.     Saya sangat senang jika Anda yang mengerjakan proyek ini.
2.     Sebaiknya kamu jangan berangkat sekarang.
3.     Maukah adik membantu saya menyelesaikan tugas ini?

d.    Kalimat tanya tersamar untuk tujuan mengajak
Contoh:
1.     Bukankah Bapak bersedia untuk menyumbangkan tenaga dan
pikiran dalam kegiatan amal ini?
2.     Siapkah Anda berangkat sekarang?
3.     Bisakah membuat kopi untuk kakek?

e.     Kalimat tanya tersamar untuk tujuan merayu
Contoh:
1.     Kamu orang yang sangat handal dalam mengatasi berbagai
masalah.
2.     Tentunya Anda yang pantas menduduki jabatan ini.
3.     Siapa yang menolak berteman dengan orang sebaik kamu?

f.       Kalimat tanya tersamar untuk tujuan menyindir (mengkritik, mencela,
mengejek)
Contoh:

Memang  ya   pekerjaannya   luar   biasa   sulit   sehingga   kamu   bisa menyelesaikannya dengan cepat. Pekerjaan semudah ini tidak bisa diselesaikan dengan benar.


g.    Kalimat tanya tersamar untuk tujuan meyakinkan
Contoh:
1.     Saya rasa kamu mampu mengerjakannya hari ini?
2.     Haruskah aku bersumpah agar kamu percaya?
3.     Inikah hasil usahamu.

h.    Kalimat tanya tersamar untuk tujuan menyetujui
Contoh :
1.     Saya kira kita sama-sama sependapat bukan?
2.     Mana mungkin saya menolak ajakanmu?
3.     Anda setuju dengan usulnya, kan?

i.     Kalimat tanya tersamar untuk tujuan menyanggah
Contoh:

1.     Apakah tidak lebih baik kita tanyakan dulu masalah yang sebenarnya?
2.     Kamu ke sini tidak takut dimarahi ayahmu?
3.     Mengapa kamu datang lagi ke sini?

j.     Kalimat tanya tersamar untuk menawarkan sesuatu
Contoh:
1.     Boleh saya bantu?
2.     Anda membutuhkan bantuan saya?
3.     Masih adakah yang perlu saya bawakan?

Mengutarakan Pendapat dengan Kalimat Tanya yang Santun

Dalam  melakukan  tanya  jawab,  kita  perlu  memperhatikan  adab bertanya karena hal ini berhubungan dengan si penanya dan pihak yang ditanya. Adab bertanya yang baik menjadi faktor utama sebagai penentu respons pihak yang ditanya.

Teknik atau cara mengajukan pertanyaan adalah seperti berikut.

(1)  Pertanyaan  yang  diajukan  harus  relevan  dengan  topik  yang  akan
ditanyakan.

(2)  Pertanyaan yang diajukan benar-benar mengesankan keingintahuan
terhadap sesuatu yang menjadi topik pertanyaan.

(3)  Pilihlah kata-kata yang baik dan santun agar mendapat respons yang
baik dan mendapatkan jawaban yang memuaskan.

(4)  Hindari pertanyaan yang bersifat subjektif/pribadi.

(5)  Pertanyaan yang diajukan harus bersifat menggali informasi sebelum berlanjut ke pertanyaan yang bersifat konfirmasi atau penegasan.

(6)  Jika  pertanyaan  menuntut  sebuah  tanggapan  atau  penilaian  dari narasumber, ada baiknya jika pertanyaan diawali dengan kata ”menurut pendapat ...”. Misalnya, ”Menurut pendapat Bapak, bagaimana peranan pemuda dalam memberantas penyalahgunaan narkoba?”

(7)  Pertanyaan tidak bersifat memaksa, menekan, atau cenderung bertujuan
mencari kesalahan narasumber.

Contoh:

Berikut ini  contoh  sebuah  wawancara  reporter  Berita  Kota  dengan penyanyi   dangdut  legendaris  A.  Rafiq  seputar  keluarga  dan  rumah tangganya.

Wartawan        :    “Bagaimana Bang Rafiq membina keluarga dan berhasil
awet hingga sekarang?”

A. Rafiq           :    Pertama begini, saya punya satu prinsip dalam mengurus dan  memelihara  rumah  tangga,  semua  itu  konsepnya lain.”

Wartawan       :    “Jadi, bagaimana dulu waktu memilih istri?”


A. Rafiq           :    “Istri  saya  itu  tipe  orang  yang  tidak  pernah  ke  sana kemari,  nggak pernah macam-macam. Istri saya orang rumahan, orang pendidikan yang betul-betul dididik oleh keluarga yang baik yang menurut saya cukup terhormat dan dengan landasan agama. Saya menikah dengan jalur agamis.”

Wartawan       :    “Maksudnya?”

A. Rafiq           :    “Sampai saat ini saya dekenal orang. Bahkan katanya, sampai  hari ini untuk penyanyi skill on the scope, belum ada yang bisa  ngalahin saya. Itu kata orang. Toh orang tidak akan percaya kalau  lihat penampilan saya bahwa saya nggak mabuk, bahwa saya nggak doyan perempuan. Orang nggak percaya bahwa sampai hari ini saya nggak penah  kenal  setetes  minuman.  Kenapa?  Karena  faktor agama. Nah itu saya bawa dalam kehidupan saya.”

Wartawan       :    Anak-anak bagaimana?” Apakah mereka juga mengikuti keteladanan yang Anda buat?”

A. Rafiq           :    Alhamdulillah, wasyukurillah, kita nggak boleh takabur, ya. Anak-anak saya itu yang namanya persoalan mendekati narkoba, satu pun nggak ada. Merokok pun jika mungkin terjadi dilakukan secara sembunyi-sembunyi di belakang saya.”

Wartawan       :    “Hal  apalagi  yang  Anda  tekankan  dalam  mendidik anak?”

A. Rafiq           :    “Masalah shalat dan mengaji. Soal kualitas dan perkem- bangannya   itu  masing-masing,  tetapi  saya  tekankan. Anak saya itu nggak ada satu pun yang berani ninggalin shalat. Anak saya, jangankan  ninggalin, terlambat saja saya pukul langsung.”

Wartawan       :    “Keras sekali Anda mendidik anak?”

A. Rafiq           :    “Ooh  saya  keras  soal  shalat.  Tapi  soal  yang  lain  saya dudukin.  Saya ngomong, jangan gitu, jangan gini, lalu memberi nasihat-nasihat. Tapi kalau soal shalat, lagsung saya pukul. Langsung itu. Saya nggak ada ampun kalau soal shalat.”

Wartawan        :    “Efeknya bagaimana ke anak-anak?”

A. Rafiq           :    Ooh luar biasa. Di mana saja mereka mesti shalat. dam- paknya pun luar biasa kalau mau berpegang pada agama, nomor satu shalat. Boleh dibuktiin.



Drama
Bapak
Bapak           :      “Dia putra sulungku. Si anak hilang telah kembali ulang.Dan sebuah usul diajukan segera mengungsi ke daerah penduduk yang serta aman tenteram. Hem ya.. ya, usulnya dapat kumengerti.  Karena  ia  sudah  terbiasa  bertahun-tahun hidup  di  sana.  Dalam  sangkar.  Jauh  dari  debu prahara.  Bertahun-tahun  mata  hatinya  digelapbutakan oleh nina bobok, lelabuai oleh si penjajah. Bertahun-tahun semangatnya dijinakkan oleh suap roti keju. Celaka. Oo,betapa celakanya.”
Si bungsu senyum memandang.
Bungsu         :      Ah, Bapak rupanya lagi ngomong seorang diri.”
Bapak           :      Ya, Anakku, terkadang orang lebih suka ngomong sendiri.
Tapi bukankah tadi engkau bersama abangmu?”
Bungsu         :      Ya, sehari kami tamasya mengitari seluruh penjuru kota.
Sayang sekali kami tidak berhasil menjumpai ma.....”
Bapak           :      Tunanganmu?”
Bungsu         :      Ah, dia selalu sibuk dengan urusan kemiliteran melulu.
Bahkan, ketika kami mendatangi asramanya, ia tidak ada.
Kata mereka, ia sedang rapat dinas. He heh, seolah seluruh
hidupnya tersita untuk urusan-urusan militer saja.”

Bapak           :      “Kita sedang dalam keadaan darurat perang, Nak. Dan dalam keadaan ini bagi seorang prajurit, kepentingan negara ada di atas segalanya. Bukan saja seluruh waktunya, bahkan jiwa raganya. Tapi, eh, mana abangmu sekarang?

Bungsu           :      “Oo, rupanya dia begitu rindu kepada bumi kelahirannya.
Seluruh penjuru kota dipotreti semua. Tapi, kurasa abang
akan segera tiba dan sudahkah Bapak menjawab usul yang
diajukannya itu?”

Bapak           :      “Itulah,  itulah  yang  hendak  kuputuskan  sekarang  ini, Nak.”

Bungsu         :      “Nah, itu dia!”

Si sulung datang dengan mencangklong pesawat potret menge- nakan kata  mata hitam. Terus duduk melepas kaca mata dan meletakkan pesawat potret di meja.”

Sulung          :      “Huhuh, kota tercintaku ini rupanya sudah berubah wajah dipenuhi  baju seragam menyandang senapan. Dipagari lingkaran kawat berduri dan wajahnya kini menjadi garang berhiaskan laras-laras mesin. Tapi, di atas segalanya, kota tercintaku ini masih tetap memperlihatkan kejelitaannya.”

Bapak           :      “Begitulah,  Nak,  suasana  kota  yang  sedang  dikecam keadaan darurat perang.”

Sulung          :      Ya, pertanda akan hilang keamanan, berganti huru-hara keonaran. Dan mumpung masih keburu waktu, bagaimana dengan putusan Bapak atas usulku itu?”

Bapak           :      “Menyesal sekali, Nak...”
Sulung          :      “Bapak menjawab dengan penolakan, bukan?” Bapak     :           Ya.”
Bungsu         :      “Jawaban Bapak sangat bijaksana.”

Sulung          :      “Bijaksana?   Ya,   kaubenar,   manisku.   Setidak-tidaknya demikianlah                           anggapanmu    karena    bukankah    secara kebetulan tunanganmu adalah seorang perwira TNI di sini. Tapi maaf, bukan maksudku menyindirmu, adik sayang.”

Bungsu         :      Ah, tidak mengapa. Kauhanya sedang keletihan. Menga- sohlah  dulu,  ya,  Abang.  Mengasolah,  kaubegitu  capek tampaknya.  Bapak,  biar  aku  pergi  belanja  dulu  untuk hidangan makan siang nanti.”

Sibungsu pergi. Si sulung mengantar dengan senyum.
Bapak                 :    “Nak, pertimbangan bukanlah karena masa depan adikmu seorang. Juga bukan karena masa depan sisa usiaku.”
Sulung                :    “Hem. Lalu?  Karena rumah dan tanah pusaka ini barang-
kali, ya Bapak.
Bapak           :      “Sesungguhnyalah, Nak. Lebih dari itu.” Sulung   :           “Oo, ya? Apa itu ya, Bapak?”
Bapak           :      “Kemerdekaan.”
Sulung          :      “Kemerdekaan? Kemerdekaan siapa?” Bapak        :           “Bangsa dan bumi pusaka ini.”
Si Sulung tertawa.

Sulung          :      “Bapak yang baik. Bertahun sudah aku di daerah pen- dudukan sana bersama beribu bangsa awak tercinta. Dan aku seperti juga  mereka, tidak pernah merasa menjadi budak belian ataupun tawanan perang. Ketahuilah, Bapak, di sana hidup merdeka.”
Bapak           :      “Bebaskah kamu menuntut kemerdekaan?”

Sulung          :      “Hoho, apa mesti dituntut. Kami di sana manusia-manusia merdeka.”

Bapak           :      “Bagaimana kemerdekaan menurut kau, Nak?”


Sulung          :      “Hem. Di sana kami punya wali negara, bangsa awak. Di sana, segala lapangan kerja terbuka lebar-lebar bagi bangsa awak. Di sana, bagian terbesar tentara polisi, alat negara bangsa awak. Di atas segalanya, kami di sana hidup dalam damai. Rukun berdampingan antara si putih dan bangsa awak...”

Bapak           :      “Dan  di  atas  segalanya  pula,  di  sana  si  Putih  menjadi dipertuan.   Dan   sebuah   bendera   asing   jadi   lambang kedaulatan, lambang kuasa, penjajahan. Dapatkah itu kau- artikan suatu kemerdekaan?”

Sulung          :      “Baik, baik. Tapi ya, Pak, kita bukan politisi.”

Bapak           :      “Nak, setiap patriot pada hakikatnya adalah seorang politisi juga. Kendati tidak harus berarti menjadi seorang diplomat, seorang  negarawan.  Dan  justru,  karena  kesadaran  dan pengertian politiknya  itulah seorang patriot akan senan- tiasa  membangkang   terhadap  tiap  politik  penjajahan.

            Betapapun  manis  bentuk  lahirnya.  Renungkanlah  itu, Nak.  Dan marilah kuambil contoh masa lalu. Bukankah dulu semasa kita  masih hidup, keluarga dalam suasana aman  tenteram  dan  masa   pensiun  yang  enak,  sudah dengan  sendirinya  berarti  hidup  dalam  kemerdekaan? Tidak Anakku! Kemerdekaan tidak ditentukan oleh semua itu. Kemerdekaan adalah soal harga diri kebangsaan, soal kehormatan  kebangsaan.  Ia ditentukan  oleh  kenyataan, apakah  suatu  bangsa  menjadi  yang  dipertuan  mutlak atas  bumi   pusakanya  sendiri  atau  tidak.  Ya,  anakku, renungkanlah kebenaran ucapan ini. Renungkanlah !

Share

0 komentar:

Posting Komentar

Demi kesempurnaan Blog ini, tulis saran, kritik,dan pertanyaan anda di kolom di bawah ini. Semoga Bermanfaat, Salam (+)